Setelah sekian lama terpuruk dengan lautan skripsi, cuma ingin sekedar melakukan peregangan. Udah lama juga sebenernya pengen nulis fanfic tentang Jo Twins Boyfriend tapi gak ada waktu. Dan akhirnya kemaren ada waktu juga buat ngetiknya. Gak perlu banyak babibu, cekidot~
Title :
[Intimacy] Nothing Change
Chapter :
1/1 – oneshot
Author :
Fifi a.k.a Michiru Ishihara
Pairing :
Jo Twins (Youngmin x Kwangmin)
Genre :
brothership, slice of life
Rating :
PG
Disclaimer :
Youngmin milik Kwangmin, Kwangmin milik Youngmin, dan Jo Twins adalah milik
saya milik kedua orang tua mereka. I just don’t accept
plagiarism and I wouldn’t forgive that.
A/N : Akhir-akhir
ini Jo Twins memenuhi kepalaku. Fact-fact mereka yang bertebaran di internet
menginspirasiku untuk membuat fanfic ini.
Summary :
Kami memang tak sedekat dulu, tapi tak ada yang berubah dari kebiasaan kami
waktu kecil.
[Intimacy]
Nothing Change
~.~.~.~.~
Seluruh
ruangan di dorm Boyfriend gelap. Ruang tamu, dapur, ruang makan, juga kamar
tidur terlihat sepi. Hanya ada lampu kuning remang-remang yang menjadi penerang
di salah satu sudut ruang keluarga tempat di mana member Boyfriend sering
berkumpul. Sekarang jam menunjukkan pukul 01.00 pagi, tak heran keadaan dorm
menjadi seperti kuburan karena para penghuninya sudah pasti tertidur pulas di
tempat tidur mereka masing-masing. Namun kondisi tersebut sepertinya tidak
berlaku untuk Youngmin. Sejak terbangun dari mimpi buruk tadi ia tak bisa
memejamkan mata lagi. Lebih buruknya sekarang ia malah kelebet buang air kecil.
Padahal semua member di dorm tahu kalau Youngmin paling takut ke kamar mandi
sendirian saat malam. Ingin sekali dia membangunkan Jeongmin yang notabene
sekamar dengannya. Tapi memikirkan bagaimana hyung-nya yang satu itu akan
mengumumkan kejadian malam ini, sudah pasti Youngmin besok akan jadi bahan
lawakan habis-habisan oleh member satu dorm.
Youngmin
mengintip ke ranjang di bawahnya. Saudara kembarnya Kwangmin tengah tertidur
lelap sambil memeluk guling Pikachu kesayangannya. Youngmin dan Kwangmin memang
tidur di ranjang bertingkat, Youngmin di ranjang atas dan Kwangmin di ranjang
bawah.
‘Haruskah
aku membangunkan Kwangmin?’ pikir Youngmin. Ia yakin adik 6 menitnya itu tidak
akan membicarakan kejadian malam ini pada siapapun. Youngmin tahu betul sifat
Kwangmin. Bahkan jika dirinya ngompol sekalipun, Kwangmin akan tetap menutup
mulut karena ia tahu Kwangmin tidak suka jika dirinya dijahili atau
ditertawakan orang lain.
Youngmin
pun memutuskan turun dari ranjangnya.
“Kwangmin…Kwangmin…,”
Youngmin memanggil nama saudara kembarnya dengan suara sepelan mungkin agar
Jeongmin tidak terbangun.
“Ya!
Kwangmin bangun…,” ulang Youngmin sambil mengguncang-guncang lengan Kwangmin.
“Mwooo?”
Kwangmin akhirnya menyahut dengan suara setengah serak karena dibangunkan
tiba-tiba.
“Ayo
antar aku ke toilet!” pinta Youngmin.
“Pergi
sendiri saja! Aku ngantuk~” sahut Kwangmin dengan mata yang masih menutup.
“Ayolah
Kwangmin~ kau tidak mau melihatku ngompol di sini kan?” paksa Youngmin.
“Aiiish!!!”
mendengar kalimat tersebut akhirnya dengan terpaksa Kwangmin bangun dari
tidurnya.
Kwangmin
turun dari ranjangnya dan segera mendorong pelan bahu Youngmin agar keluar
kamar.
“Cepat!
Jangan lama-lama!” ucap Kwangmin saat mereka berdua sampai di depan pintu kamar
mandi.
“Iya
iya,” sahut Youngmin nyengir.
Saat
sosoknya menghilang di balik pintu, Kwangmin menuju ke dapur yang berada tepat di
samping kamar mandi untuk mengambil air minum. Bangun tidur tengah malam
membuat tenggorokannya jadi kering.
Youngmin
keluar dari toilet tepat di saat ia mendengar suara berisik dari dapur.
“KLONTHANG!!!”
“Ya!
Kwangmin kau di dapur?” tanya Youngmin sambil mengintip takut-takut ke arah
dapur.
Tak
ada jawaban sama sekali. Youngmin memberanikan diri melangkah ke dapur dan
terkejut melihat Kwangmin yang berjongkok di samping meja dapur sambil memegang
tangan kanannya.
“Kwangmin
kau kenapa?” Youngmin segera mendekati Kwangmin dan mendapati tangan Kwangmin
yang memerah.
“Ya!
Kenapa bisa begini?” tanya Youngmin khawatir.
“Tadi
aku tidak sengaja menyenggol teko air panas di meja, saat aku mencoba
menangkapnya biar tidak jatuh ternyata airnya malah tumpah dan menyiram
tanganku,” jelas Kwangmin.
“Iiish…ceroboh,”
ucap Youngmin.
Ia
segera mengambil air es di kulkas kemudian menarik Kwangmin ke kitchen sink.
“Mana
tanganmu?” tanya Youngmin.
Kwangmin
segera menyodorkan tangannya yang baru saja tersiram air panas. Sang kakak
memegangnya pelan kemudian menyiram tangan Kwangmin dengan air dingin. Raut
wajah Kwangmin terlihat meringis saat merasakan sensasi dingin bertubrukan
dengan tangannya yang terasa panas.
“Sakit?”
tanya Youngmin.
“Agak
sedikit nyeri,” jawab Kwangmin.
“Apa
masih terasa panas?” tanya Youngmin lagi.
Kwangmin
menggeleng.
“Tunggu
di sini sebentar, kuambilkan kotak P3K,” ucap Youngmin.
Kwangmin
memandang punggung Youngmin yang menjauh. Sifat kakaknya ternyata tidak
berubah. Ia teringat saat kecil dulu ia pernah jatuh dari ayunan dan Youngmin
yang meniupi lukanya. Meskipun orang lain sering melihat mereka tidak akur tapi
mereka sadar kalau mereka masih membutuhkan kehadiran satu sama lain. Mereka
hanya canggung untuk mengungkapkan rasa sayang mereka di depan umum.
“Ya!
Kenapa melamun?” tanya Youngmin yang sudah kembali. Ia membawa handuk bersih
dan kotak P3K.
Youngmin
duduk di kursi meja makan yang menjadi satu dengan dapur dan mengisyaratkan
agar Kwangmin duduk di depannya. Sang adik pun hanya menurut. Youngmin
mengeringkan tangan Kwangmin dengan handuk yang ia bawa tadi kemudian
mengoleskan salep antibiotik.
“Selesai.
Ayo kita tidur!” ajak Youngmin.
“Ya!
Kau tidak membereskan ini dulu?” tanya Kwangmin sambil menunjuk handuk dan isi
kotak P3K yang bertebaran di atas meja makan.
“Besok
biar ahjumma dorm yang membersihkan,” jawab Youngmin sambil nyengir.
“Eeey…,”
Kwangmin mencibir.
Kebiasaan
malasnya Youngmin ternyata tidak berubah juga.
Kwangmin
segera naik ke tempat tidur saat sampai di kamar tempat ia berbagi dengan
Youngmin dan Jeongmin. Akan tetapi, bukannya langsung naik ke ranjang atas
Youngmin malah memandangi Kwangmin yang sudah siap memejamkan mata.
“Mwo?”
tanya Kwangmin yang merasa diperhatikan dari tadi.
“Geser!
Aku mau tidur denganmu,” jawab Youngmin.
“Mwo??
Ah waeyo?” protes Kwangmin. Ia terkejut mendengar keinginan saudara kembarnya
itu.
“Aku
terbangun karena bermimpi buruk tentangmu dan tadi kau malah tersiram air
panas. Aku khawatir padamu. Apa kau tidak bisa melihatnya?” tutur Youngmin.
Kwangmin
hanya tertegun mendengar pernyataan kakaknya tersebut. Begitu besarnyakah rasa
khawatir Youngmin padanya.
“Jika
terjadi sesuatu padamu saat kau tidur paling tidak aku ada di sampingmu,”
lanjut Youngmin.
“Arrasou,”
sahut Kwangmin kemudian menggeser tubuhnya dan memberi ruang kosong agar
Youngmin bisa tidur di sampingnya.
Youngmin
segera naik ke tempat tidur Kwangmin dan berbagi selimut bersama adik kembarnya
tersebut. Meskipun tidak luas tapi dengan tubuh kurus mereka ranjang tersebut
bisa di isi oleh dua orang.
“Kapan
ya kita terakhir kali tidur bersama?” tanya Youngmin.
“Saat
kelas 4 SD? Atau kelas 5?” Kwangmin balik bertanya.
“Kelas
5 mungkin? Waktu itu kita bertengkar hebat dan eomma yang kerepotan karena kita
menolak tidur bersama,” Youngmin tertawa pelan mengingat masa kecil mereka.
“Waktu
itu kau tak berhenti menangis karena aku merebut mainanmu. Hahaha!!”
“Ya!
Siapa yang menangis?”
“Tentu
saja kau. Eomma bahkan bilang kalau aku lebih cocok jadi hyung daripada dirimu.
Itu karena kau cengeng,”
“Iiissh!!”
Youngmin tak mampu membantah kata-kata Kwangmin karena apa yang dibicarakan
adiknya itu memang benar.
Kwangmin
memandang tangannya yang tersiram air panas tadi.
“Kau
ingat saat aku jatuh dari ayunan dulu?” tanya Kwangmin.
“Um,”
jawab Youngmin singkat.
“Waktu
itu kau juga menangis. Kau meniupi lukaku sambil menangis,”
“Itu
karena aku khawatir padamu. Aku juga merasakan sakit saat kau terluka,”
Youngmin meraih tangan Kwangmin dan meniupinya seperti yang ia lakukan saat
kecil dulu.
“Mianhae
aku jadi sering membuatmu khawatir gara-gara kecerobohanku,”
“Gwaenchana.
Kau itu saudaraku, sudah sepatutnya aku mengkhawatirkanmu,” ucap Youngmin,
“meskipun kau sudah dewasa sekarang bagiku kau tetap adik kecil yang harus
kulindungi,” lanjut Youngmin.
Kwangmin
hanya tertawa sekilas mendengar penuturan hyung-nya tersebut. Hening karena
sang adik tak menyahut ucapan sang kakak hingga akhirnya terdengar hembusan
napas teratur Kwangmin yang sepertinya sudah tertidur kembali.
“Kau
sudah tidur?” tanya Youngmin.
Kwangmin
tak menyahut. Sepertinya ia sudah benar-benar masuk ke alam mimpi. Youngmin
tersenyum memandang wajah innocent dongsaeng-nya kemudian ikut memejamkan mata.
~.~.~.~.~
Youngmin
terbangun saat merasakan ada kilatan cahaya menerpanya.
“Woooh
daebak!!”
Youngmin
membuka matanya perlahan dan samar-samar melihat ada seseorang di depan tempat
tidurnya.
“Hyung!
Minwoo! Cepat ke sini!! Kalian harus melihat ini! Haha…,”
Dari
suara teriakan dan tawanya Youngmin yakin kalau itu adalah suara Jeongmin. Ia
mencoba bangun namun sesuatu menahannya. Youngmin menoleh dan mendapati
Kwangmin sedang memeluknya dengan mata yang masih tertutup. Kebiasaan adik
kembarnya sejak kecil yang selalu memeluknya tiap kali mereka tidur bersama
benar-benar tidak berubah.
“Klik!”
Youngmin merasakan lagi kilatan cahaya entah dari camera atau handphone yang
dipegang oleh Jeongmin.
“Fans
pasti akan senang jika aku memposting foto si kembar yang sedang tidur
berpelukan. Hahaha…,” tawa Jeongmin menggelegar di kamar tidur mereka.
Mendengar
kalimat tersebut, Youngmin segera menyingkirkan tangan Kwangmin yang memeluknya
dan melompat dari tempat tidur untuk merebut camera yang dipegang hyung-nya
yang paling usil tersebut. Namun secepat kilat pula Jeongmin segera kabur dari
kamar tidur mereka.
“Ya!
Hyung!! Berikan kameranya!” teriak Youngmin.
“Shiero!!!”
teriak Jeongmin dari luar kamar.
“Ya!
Kwangmin bangun!! Jeongmin-hyung mengambil foto tidur kita!” ucap Youngmin
panik sambil mengguncang-guncang tubuh Kwangmin.
“Aaah~
biarkan saja~ aku masih ngantuuuuk~,” sahut Kwangmin malas.
“Iiiissshh!!!”
Akhirnya
Youngmin pun meninggalkan Kwangmin yang masih menikmati tidur nyenyaknya dan
terpaksa bersusah payah merebut kamera Jeongmin sendirian.
END
No comments:
Post a Comment